Friday, March 17, 2006

spidol, cat dan cinta

coba sadarkan diri sampai mati
dengan semua yg aku bisa, dengan cat, tinta, aerosol dan kata-kata. Walau sang wanita tak pernah mendengarnya, seperti sunyi padang ilalang atau sunyinya padang penembakan. Diam seribu bahasa, dan senyuman, terlalu mahal mungkin untuk seorang aneh sepertiku. Kalau aku menyerah aku merasa seperti monyet tua dalam kurungan, diam menunggu mati. Kalau aku melawan aku merasa seperti seorang pandir yang tak berkesudahan. Sekarang aku hanya bisa menerka, diam dan berfikir tentang apa yang akan kulakukan esok hari. Apakah masih dalam pertempuran yang sama ? atau terjebak dalam stigma kata-kata yang kuciptakan atau senyum bekumu yang bangga kauperlihatkan. sembari bersyukur karena bulan terang dilangit malam ini, antara depok dan loteng rumahku, awan-awan bergerombol mengikutiku.

1 Comments:

Blogger Unknown said...

depok, ya
hutan hujan itu
dan daun-daun, air, danau

kau mengambilnya

darah itu terus mengalir
tanpa henti dan mengikis habis

tapi aku tidak hidup karena darah

depok, ya
waktu mundur dan aku menyayangimu

3:19 PM  

Post a Comment

<< Home